10.9.08

Mubes dalam konteks Ramadhan

Suatu waktu tepatnya ketika saya kembali menginjakkan kaki di kampus ini. Itu pun tlah terlewati 38 hari yang lalu. Saat kedatanganku disambut dengan perjalanan panjang menuju satu tempat yang bertitelkan Pucca`. Sedikit capee deeh...namun pikirku ini hanyalah bentuk tanggung jawab pada mereka (baca:senior) yang telah memberikan secercah penyadaran akan makna kata yang disebut sosial. Ikhlas atau tidak, namun pikirku dengan bermodalkan senyuman sudah cukup untuk menemani kerinduan akan aktivitas keluarga yang sering dituliskan dengan KMFMIPA UH

Tersebutlah riwayat kata Musyawarah berasal dari kata sy-,w- dan r- yang dimaknakan mengeluarkan madu dari sarang lebah. Madu bukan saja manis, melainkan juga obat untuk banyak penyakit, sekaligus sumber kesehatan dan kekuatan. Karena madu dihasilkan oleh lebah, maka sudah seharusnya yang bermusyawarah bersifat seperti lebah. Untuk pandangan ini, saya teringat dengan ceramah kyai Sejuta Ummat (Bp. Zaenuddin MZ) yang menganalogikan seorang mukmin sebagai lebah. Lebah adalah mahluk yang sangat disiplin, kerja samanya mengagumkan, makanannya sari kembang dan hasilnya adalah madu. Dimanapun ia hinggap, tak pernah merusak. Ia takkan mengganggu kecuali diganggu. Bahkan sengatannya pun bisa menjadi obat. Terserah kita mau mempersepsikan apa, namun sebaiknya perlu diketahui bahwa analogi lebah adalah risalah seorang Manusia Suci yang salah satu ajarannya sedang kita jalani saat ini. Jika kita tidak ingin disebut sebagai lebah maka bertingkahlah layaknya tupai yang liar, perusak dan rakus dengan kemauan dan pendapatnya. Silahkan beranalogi sendiri dengan diiringi introspeksi diri biar saya sadar bahwa saya tak lagi sedang bercinta sendirian !!!

Telah diketahui atau belum bahwa petunjuk Al-Qur`an secara rinci hanya tertuju pada persoalan yang tak terjangkau nalar serta hal yang tak pernah mengalami perubahan/perkembangan. Sedangkan hal-hal yang mengalami perubahan/perkembangan hanya dijelaskan secara global (prinsip umum) oleh Al-Qur`an. Hal ini mengandung makna bahwa potensi kemerdekaan manusia dengan background sosial budaya yang berbeda dapat ditetesi dengan musyawarah. Pemahaman ini dapat berlanjut dengan mengatakan: Alangkah tidak baiknya jika suatu persoalan yang diterapkan pada suatu masa atau masyarakat tertentu dengan ciri sosbud-nya, harus diterapkan pula dengan rincian yang sama pada masa yang berbeda, apalagi ditempat yang lain dan pada masa yang berlainan. Untuk paragraf ini, silahkan refleksikan dengan Mubes kita saat ini. Ingat: kita adalah mahluk merdeka yang beretika. Sudah selayaknya dan seharusnya !!!

Saya sedikit meringis ketika membaca surat Ali `imran [3]:159. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya ”Wawasan Al-Qur`an” telah mendeskripsikan ayat tersebut. Menurut hemat beliau, ada 3 sikap yang sebaiknya ada dalam proses musyawarah: 1* sikap lemah lembut. Untuk hal pertama ini sebaiknya menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah kita akan bertebaran pergi. 2* memberi maaf dan membuka lembaran baru. Oleh karenanya sebaiknya ketika ingin bermusyawarah, sebaiknya persiapkan mental kita untuk bersedia memberi maaf dan menyadari kesalahan/kekeliruan. Hal ini mengandung makna bahwa kecerahan pikiran menuju hasil kesepakatan musyawarah hanya akan hadir dengan sirnanya kekeruhan hati. 3* tawakkal pada-Nya. Hal ketiga ini melukiskan bahwa hasil musyawarah seharusnya dilaksanakan dengan kebulatan tekad (baca: komitmen, konsisten dan tanggung jawab). Sehingga akan tercipta keharmonisan hubungan horizontal dan vertikal. Sekali lagi, silahkan merefleksikan lagi. Telah 38 hari berlalu, ...satu catatan kecil: jangan jadikan absen Mubes sebagai daftar hadir peserta. Akan tetapi ia adalah bukti eksistensi dan aktualisasi kita nantinya yang kemudian dipertanggungjawabkan, bukan hanya didepan KMFMIPA, akan tetapi juga dihadapan Dia Yang Maha Mengetahui. Semoga sadar !!!

Ada hal menggelitik ketika voting seolah-olah menjadi solusi terakhir dalam pengambilan keputusan selama ini. Alangkah indahnya jika kita begitu cerdas untuk membedakan arti kata Syura dengan kata Demokrasi dewasa ini. Setidaknya ada 3 cara dalam pengambilan keputusan: 1* ditetapkan oleh penguasa. Tentunya hal ini akan melumpuhkan idealisme. 2* ditetapkan berdasar persepsi minoritas. Sungguh tidak ada keistimewaan didalamnya. 3* ditetapkan berdasar persepsi mayoritas. Untuk hal ketiga ini jangan langsung membayangkan kata voting. Seorang pakar muslim Mesir kontemporer, Dr. Ahmad Kamal berpesan bahwa keputusan janganlah langsung diambil berdasar suara mayoritas setelah melakukan 1x or 2x musyawarah, tetapi hendaknya berulang-ulang hingga dicapai kesepakatan. Menurut hemat saya, hal ini mengandung arti bahwa terkadang suara minoritas adalah yang terbaik bukan yang terbenar. Ingat: kita sedang berbicara persoalan horizontal bukan vertikal. Oleh karenanya, musyawarah sebaiknya dilaksanakan oleh orang-orang yang terpuji yang selalu belajar untuk menerima perbedaan, yang tidak memiliki kepentingan pribadi/golongan/komunitas apapun. Sekalipun ada kiranya seorang/lebih yang tidak menerima dengan ikhlas hasil kesepakatan, maka alangkah baiknya jika masih perlu dibicarakan untuk mencapai mufakat (baca: memperoleh madu yang terbaik). Use ¥OUR Mind be The Best !!!

Terakhir: jika kita kemudian tahu, paham dan sadar bahwa Mubes ini adalah untuk menjaga ketertimpangan sosial dalam melangkahkan kaki dengan kebaikan menuju kebenaran. Maka sudah selayaknya kita pun harus menyatukan tujuan untuk menjalin Ukhuwah. Agar dikemudian hari, saya akan tahu bahwa tidak hanya saya sendiri yang akan masuk surga (bisa jadi juga neraka). Dalam konteks Ramadhan ini, saya pun lebih suka menyebutnya dengan Ukhuwah Islamiyah. Kedua kata tersebut bukanlah berarti ”Persaudaraan antar sesama Muslim/Mukmin”, akan tetapi ”Persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam”. Semoga kita tidak memecah belah ataupun terpecah belah oleh sikap dan perilaku mereka (baca: SETAN-SETAN TERKUTUK) !!!

Maaf jika saya harus sedikit curhat dengan blog ini. Tak ada kata yang bisa terucap,...mungkin juga hanya bentuk penghargaan dengan perbedaan pendapat. Hingga akhirnya Pena pun ikut berbicara. Dan teriakan pena bukankah begitu keras dan tajam dibandingkan mulut-mulut itu. Dan biarkan saja mereka meneriakkan Salam Demokrasi dan Salam Pembebasan, cukup saya dengan Salam Syura dan Salam Pembelajaran-ku !!!

1 comment:

Imran Ma'mur said...

Ini neh yang seharusnya ada di kepala minimal 3 orang saja di MUBES MIPA kemarin..Berbeda pendapat boleh asal tidak berbeda hati...usul kalau tulisan ini diterbitkan di mading2 di MIPA